Bisikan Iblis tentang Jamaah Tablig dan Jawaban soal Fadhilah Amal

Mereka berkata : Kitab Fadhilah Amal adalah kumpulan hadits dhaif dan maudhu’

Masalah hadits dhaif pendapat yang umum dikalangan ulama boleh menggunakannya untuk Fadhilah Amal.

Masalah hadits maudhu’ benarkah ada terdapat dalam Buku Fadhilah Amal karangan Maulana Zakariyya Al-Kandahlawi rah.a.

Jawabnya : “Ada”

Didalam Fadhilah Dzikir,  Hadits-hadits Tentang Kalimat Thayyibah, Hadits ke 28

Maka Allah berfirman kepadanya: “Siapakah Muhammad (yang engkau maksud)?” Maka Adam menjawab: “Maha berkah nama-Mu ketika engkau menciptakan aku, akupun mengangkat kepalaku melihat Arsy-Mu, dan ternyata di situ tertulis: Laa ilaaha illallah Muhammadun Rasulullah. Maka akupun mengetahui bahwa tidak seorang pun yang lebih agung kedudukannya di sisi-Mu dari orang yang telah engkau jadikan namanya bersama dengan nama-Mu.” Maka Allah berfirman kepadanya: “Wahai Adam, sesungguhnya dia adalah Nabi terakhir dari keturunanmu, kalaulah bukan karena dia, niscaya Aku tidak akan menciptakanmu.” (Hr. Thabrani, Hakim, Abu Nu’aim, Baihaqi)

Dibawah hadits tersebut (keterangan hadits yang berbahasa Arab) dengan jelas Maulana Zakariyya menuliskan kedudukan hadits tersebut.

Apa keterangannya :

“Diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dalam Ash-Shaghir, Al-Hakim, Abu Nu’aim, Al-Baihaqi yang keduanya dalam kitab Ad-Dala`il, Ibnu ‘Asakir dalam Ad-Durr, dan dalam Majma’ Az-Zawa`id (disebutkan): Diriwayatkan Ath-Thabrani dalam Al-Ausath dan Ash-Shaghir, dan dalam (sanad)-nya ada yang tidak aku kenal. Aku berkata: Dan dikuatkan yang lainnya berupa hadits yang masyhur: “Kalau bukan karena engkau, aku tidak menciptakan jagad raya ini”, Al-Qari berkata dalam Al-Maudhu’at: “Hadits ini palsu.”

Dalam menanggapi hadits ini :

Berkata Al-Imam Al-Hakim : “Shahih sanadnya”

Berkata Al-Imam Al- Baihaqi :  “Dhaif”

Al-Qari berkata dalam Al-Maudhu’at: “Hadits ini palsu.”

Jadi ada perbedaan pendapat ulama tentang hadits diatas ada yang mengatakan : Shahih, dhaif dan palsu.

Pertanyaan

“Mengapa Maulana Zakariyya menuliskan hadits palsu dalam kitab Fadhilah amal”

Jawab :

Tidak ada masalah menuliskan hadits dhaif atau palsu dalam sebuah buku untuk kepentingan ilmu sepanjang menuliskan derajat haditsnya. Maulana Zakariyya dengan jelas menuliskan berbagai pendapat ulama dalam menanggapi hadits tersebut.

Pertanyaan

Kenapa penerjemah tidak menerjemahkan takhrij hadits tersebut kedalam bahasa Indonesia sebab mayoritas pembaca tidak memahami bahasa Arab.

Jawab :

Penerjemah mungkin punya alasan yang khusus dalam masalah ini. Setiap takhrij hadits dalam Fadhilah amal tidak pernah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia bisa saja karena akan menimbulkan tebalnya kitab tersebut dan biasanya hanya sebahagian kecil dari masyarakat Indonesia yang faham tentang ilmu hadits dengan baik.

Contohnya :

Telah menceritakan kepada kami Al Humaidi Abdullah bin Az Zubair dia berkata, telah menceritakan kepada kami Sufyan yang berkata, bahwa telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa’id Al Anshari berkata, telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Ibrahim At Taimi, bahwa dia pernah mendengar Al Qamah bin Waqhas Al Laitsi berkata saya mendengar  Umar bin Al Khaththab diatas mimbar berkata : Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda : “Semua perbuatan tergantung niatnya, dan balasan bagi tiap-tiap orang tergantung apa yang diniatkan. Barang siapa niat hijrahnya karena dunia yang ingin digapainya atau karena perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya adalah kepada apa dia diniatkan” (HR. Bukhari)

Kalau kita melihat didalam buku hadits yang terjemahan atau salinan kedalam buku lain maka nama Perawi : Al Humaidi Abdullah bin Az Zubair, Sufyan, Yahya bin Sa’id Al Anshari, Muhammad bin Ibrahim At Taimi, Al Qamah bin Waqhas Al Laitsi jarang sekali dituliskan padahal dalam tulisan bahasa arabnya ditulis lengkap dengan parawinya. Maka hadits diatas akan dipotong nama-nama perawinya dan hadits diatas akan dituliskan sebagai berikut :

Umar bin Al Khaththab diatas mimbar berkata : Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda : “Semua perbuatan tergantung niatnya, dan balasan bagi tiap-tiap orang tergantung apa yang diniatkan. Barang siapa niat hijrahnya karena dunia yang ingin digapainya atau karena perempuan yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya adalah kepada apa dia diniatkan” (HR. Bukhari)

Jadi, alasan apa yang menyebabkan penerjemah tidak menyertakan nama-nama perawinya. Alasannya mungkin akan sama dengan keterkaitan masalah Fadhilah amal diatas. “Akan menimbulkan tebalnya kitab tersebut dan biasanya hanya sebahagian kecil dari masyarakat Indonesia yang faham tentang ilmu hadits dengan baik”.

Makanya menurut hemat penerjemah hal itu tidak dituliskan.

Mereka berkata : Kitab Fadhilah Amal tidak layak untuk dibaca karena akan menimbulkan kesesatan ditengah umat yang berisi kumpulan hadits dhaif dan maudhu’

Mari kita teliti dengan baik adakah didalam kitab para pencela itu hadits dhaif dan maudhu’

Hadits-Hadits dhaif yang Terdapat dalam Kitab At-Tauhid karya Muhammad bin ‘Abdil-Wahhab

Bab 2 : Keistimewaan Tauhid Dan Dosa-Dosa Yang Diampuni Karenanya 

Dari Abu Sa’id Al-Khudriy, dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda : “Musa berkata : “Ya Tuhanku, ajarkanlah kepadaku sesuatu untuk berdzikir dan berdoa kepada-Mu”. Allah berfirman : “Katakanlah wahai Musa : Laa ilaaha illallaah”. Musa berkata : Ya Tuhanku, semua hamba-Mu mengucapkan ini”. Allah pun berfirman : ”Hai Musa, seandainya ketujuh langit dan penghuninya, selain Aku, serta ketujuh bumi diletakkan pada salah satu daun timbangan, sedang ’Laa ilaaha illallaah’ diletakkan pada daun timbangan yang lain; maka ’Laa ilaaha illallaah’ niscaya lebih berat timbangannya”.

Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dan Al-Haakim, dan ia menshahihkannya.

Keterangan :

Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dalam Shahih-nya (no. 6218) dan Al-Mawaarid (no. 2324), serta Al-Haakim dalam Al-Mustadrak (1/528). Diriwayatkan juga oleh Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah (8/327-328), An-Nasa’i dalam ‘Amalul-Yaum wal-Lailah (no. 834, 1141), Al-Baihaqi dalam Al-Asmaa’ wash-Shifaat (102-103), dan yang lainnya.

Sanad hadits ini dla’if karena perawi yang bernama Darraaj bin Sam’aan. Al-Imam Ahmad berkata : “Hadits-hadits Darraj dari Abu Al-Haitsam, dari Abu Sa’id Al-Khudriy adalah lemah”.

Hadits ini di-dla’if-kan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam At-Ta’liqaatul-Hisaan (9/54-55 no. 6185), Asy-Syaikh Muqbil Al-Wadi’iy dalam At-Tatabbu’ (1/718 no. 1988), dan Asy-Syaikh Syu’aib Al-Arna’uth dalam Takhrij Shahih Ibni Hibban (no. 6218).

Bab 7 : Termasuk Syirik; Memakai Gelang, Benang, Dan Sejenisnya Sebagai Pengusir Atau Penangkal Mara Bahaya

Hadits ‘Imraan bin Hushain radliyallaahu ‘anhu :

Dari ‘Imraan bin Hushain radliyallaahu ‘anhu : Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam melihat seorang laki-laki terdapat di tangannya gelang kuningan. Maka beliau bertanya : “Apakah ini ?”. Orang itu menjawab : “Penangkal sakit”. Nabi pun bersabda : “Lepaskan itu, karena dia hanya akan menambah kelemahan pada dirimu. Sebab jika kamu mati sedangkan gelang itu masih ada di tubuhmu, kamu tidak akan beruntung selama-lamanya”.

Diriwayatkan oleh Ahmad dengan sanad laa ba’sa bih (tidak mengapa/bisa diterima).

Keterangan :

Diriwayatkan oleh Ahmad (4/445), Ibnu Majah (no. 3531), Ath-Thabarani dalam Al-Kabiir (18/172 no. 391), Ibnu Hibban dalam Shahih-nya (no. 6085) dan Al-Mawaarid (no. 1410-1411), serta Al-Haakim (4/216).

Sanad hadits ini dla’if karena :

a)    Adanya inqitha’ (keterputusan), karena Al-Hasan (Al-Bashriy) tidak mendengar hadits dari ‘Imran bin Hushain. Tashriih Al-Hasan dalam hadits di atas adalah tidak benar menurut Ibnul-Madini, Abu Hatim, dan Ibnu Ma’in.

b)    Adanya ’an’anah dari Al-Mubaarak bin Fudlaalah, sedangkan ia adalah seorang mudallis.

Hadits ini dilemahkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam At-Ta’liqaatul-Hisaan (8/448 no. 6053) dan Adl-Dla’ifah (3/101-104), Asy-Syaikh Muqbil Al-Wadi’iy dalam At-Tatabbu’ (4/341 no. 7582 – beliau menegaskan adanya inqitha’ dalam sanadnya), serta Asy-Syaikh Syu’aib Al-Arna’uth dalam Takhrij wa Ta’liq Musnad Al-Imam Ahmad (33/2-4-205).

Hadits maudhu’ (palsu) dalam kitab Fathul Majid Syaikh Abdurrahman hasan Alu Syaikh

Bab : Mamberi Nama Anak Yang Bernuansa Syirik Kepada Allah, Hal. 882. 1994 M, Penta’liq : Abdullah bin Baaz.

Tatkala Allah memberi kepada keduanya seorang anak yang sempurna, maka keduanya menjadikan sekutu bagi Allah terhadap anak yang telah dianugerahkan-Nya kepada keduanya itu. Maka Maha Tinggi Allah dari apa yang mereka persekutukan. (QS. Al A’raaf 190)

Imam Ahmah rah.a dalam menafsirkan ayat ini berkata, “Bercerita kepada kami Abdush-Shamad, bercerita kepada kami Umar bin Ibrahim, bercerita kepada kami Qatadah dari Al Hasan dari Samurah dari Nabi SAW, beliau bersabda : “Ketika hawa melahirkan, iblis mengitarinya dan anaknya tidak pernah hidup. Lalu iblis berkata kepadanya : Namailah anakmu dengan Abdul Harits dan anak itu hidup. Itu adalah wahyu dari syetan dan perintahnya.

Ibnu Katsir mengatakan cacat dari 3 segi dan hadits ini nampaknya dari ahli kitab

Imam Abu Muhammad bin Hazm berkata palsu dan bohong dari kalangan orang yang tidak punya agama.

Mereka berkata : Kitab Fadhilah Amal tidak layak untuk dibaca karena akan menimbulkan kesesatan ditangah umat yang berisi kumpulan hadits dhaif dan maudhu’. Sebenarnya mereka sendiri sudah menghukumi dirinya sendiri.

Untuk apa baca kitab Fathul Majid yang berisi kumpulan hadits dhaif dan maudhu’.

Cobalah sedikit untuk berpikir.

Wallahu a’lam