Cerita Rakyat Papua “Raja Ampat”

Suatu hari, sang suami mengajak istrinya mencari kayu bakar di hutan. Persediaan kayu bakar mereka memang hampir habis, dan musim hujan akan tiba tak lama lagi. Jika tak segera mencari kayu bakar, maka mereka tidak bisa memasak selama musim hujan. Kayu-kayu di hutan akan menjadi basah dan tidak bisa dinyalakan untuk memanaskan tungku. Cerita Rakyat Papua, Cerita Rakyat Papua

“Kita harus segera mencari kayu bakar sebanyak-banyaknya, istriku. Bisakah kau membantuku masuk hutan hari ini?”Cerita Rakyat Papua, Cerita Rakyat Papua

Baca Info : SMKN 2 Jaya Pura dan Sejarahnya

“Tentu saja, aku akan membantumu mengumpulkan kayu bakar.”Cerita Rakyat Papua, Cerita Rakyat Papua

Keduanya segera bersiap-siap berangkat. Ketika matahari masih di ufuk Timur, mereka pun berjalan ke tengah hutan. Entah mengapa, hari itu tidak ada banyak kayu yang bisa dikumpulkan. Sampai dengan tengah hari, belum ada cukup kayu untuk dibawa pulang. Setelah beristirahat sejenak, mereka pun melanjutkan pekerjaannya dan berjalan semakin jauh hingga sampai ke tepi Sungai Waikeo.

“Istriku, bagaimana kalau kita berhenti sebentar di tepi sungai ini. Aku merasa sangat haus dan penat.”Cerita Rakyat Papua, Cerita Rakyat Papua

“Aku setuju sebab aku juga merasa sangat lelah. Air sungai itu pasti akan terasa sangat segar.” jawab istrinya. Mereka berdua lalu duduk di tepi sungai, meminum airnya dan melepaskan lelah.Cerita Rakyat Papua, Cerita Rakyat Papua

Saat sedang menikmati pemandangan tepi sungai itu, mata sang suami tertumbuk pada sebuah lubang besar. Lubang itu tertutup dedaunan, dan dari kejauhan sang suami melihat sesuatu berwarna putih. Ia pun penasaran dan berjalan mendekati lubang tersebut. Dipangkasnya dedauan yang menutupi mulut lubang agar Ia bisa melihat lebih jelas apa yang berada di dalamnya.Cerita Rakyat Papua, Cerita Rakyat Papua

Tak lama kemudian, dilihatnya bahwa benda putih tersebut adalah telur. Bukan sembarang telur, sebab ukurannya besar sekali. Jumlahnya ada enam butir. Sang suami pun memanggil-manggil istrinya.

“Istriku, kemarilah. Lihat apa yang aku temukan di sini.”Cerita Rakyat Papua, Cerita Rakyat Papua

Istrinya mendekat dan terheran-heran melihat ukuran telur yang tak biasa itu.Cerita Rakyat Papua, Cerita Rakyat Papua

“Telur apakah itu?”Cerita Rakyat Papua, Cerita Rakyat Papua

“Entahlah, mungkin itu telur burung elang. Bagaimana kalau kita membawanya pulang? Pasti enak jika dimakan.”

Istrinya mengangguk setuju. Mereka pun membawa keenam telur tersebut pulang ke rumah, tanpa mengetahui bahwa sebenarnya itu adalah telur naga. Karena hari sudah malam, mereka memutuskan untuk memasak telur-telur itu keesokan pagi. Keenam butir telur tersebut disimpan di dalam kamar.Cerita Rakyat Papua, Cerita Rakyat Papua

Keesokan paginya, alangkah terkejutnya kedua suami istri itu karena lima dari enam telur sudah menetas. Dari dalamnya keluar sosok manusia. Empat laki-laki dan satu perempuan. Suami istri itu tampak bingung dengan kehadiran mereka.Cerita Rakyat Papua, Cerita Rakyat Papua

Jangan takut, kami adalah anak-anakmu.” kata salah seorang dari mereka. “Apa maksud kalian?”Cerita Rakyat Papua, Cerita Rakyat Papua

“Doa kalian dijawab yang Maha Kuasa. Kami dikirim untuk menjadi anak anakmu, maka peliharalah kami.”Cerita Rakyat Papua, Cerita Rakyat Papua

Betapa senangnya suami istri tersebut. Mereka pun menamai keempat anak laki-laki itu. Yang pertama bernama War, kedua Betani, ketiga Dohar, dan Mohammad. Sedangkan untuk anak perempuan diberi nama Pintolee.Cerita Rakyat Papua, Cerita Rakyat Papua

Seiring berjalannya waktu, kelima anak ini tumbuh dewasa dan menjadi anak-anak yang baik. Mereka senantiasa membantu kedua orangtuanya sehingga mereka tak perlu lagi susah payah bekerja. Mereka sekeluarga hidup sangat sejahtera, dan lahan pertanian yang mereka garap berkembang luas hingga empat pulau besar di sekitar Teluk Kabul.Cerita Rakyat Papua, Cerita Rakyat Papua

Sayangnya, sebuah kejadian membuat keluarga tersebut malu. Pintolee, satu-satunya anak perempuan, yang berparas cantik jelita terpikat pada seorang pemdua dari desa lain. Orangtua dan keempat kakak Pintolee tak menyukai pemuda tersebut, namun Pintolee yang sedang jatuh cinta bersikeras ingin menikah dengannya. Karena tak mendapat restu, Pintolee pun nekat kabur dari rumah dengan pemuda tersebut. Mereka menaiki kulit kerang besar dan berlayar hingga di Pulau Numfor dan menikah di sana.Cerita Rakyat Papua, Cerita Rakyat Papua

Baca Info : Papua Heboh, Bocah 11 Tahun Dicabuli Guru Cabul

Tinggalah keempat kakak laki-laki Pintolee yang masih tinggal dengan ornagtua mereka. Tahun berganti, dan ayah mereka semakin tua. Sebelum ajalnya tiba, sang ayah membagi warisan. Setiap anak lelakinya mendapatkan satu buah pulau. War diberi pulai Waigeo, Betani diberi pulau Salawati, Dohar diberi pulau Lilinta, dan Mohamad mendapatkan pulau Waiga.Cerita Rakyat Papua, Cerita Rakyat Papua

Sang ayah berpesan agar keempat anaknya menjaga warisannya tersebut. Setelah ayahnya meninggal, keempat anak lelaki itu mematuhi perintah tersebut. Mereka menjaga pulau masing-masing dan mengelolanya dengan baik hingga akhirnya mereka menjadi raja dari setiap pulau. Dari sinilah sebutan Raja Ampat, yang berarti empat orang raja, mulai dikenal. Sedangkan, satu butir telur naga yang tidak menetas hingga saat ini masih disimpan dan mendapat penghormatan khusus dari masyarakat setempat. (Photo : Phinemo)Cerita Rakyat Papua, Cerita Rakyat Papua